Perubahan gaya hidup masyarakat di Indonesia serta berkembangnya Internet dan teknologi digital ternyata memengaruhi keberadaan makanan khas Indonesia yang sekarang sudah langka ditemukan dan terancam punah. Para penjaja makanan asli Indonesia pun tertantang mencari solusi agar dapat melestarikan kelezatan asli kuliner Indonesia yang kebanyakan berasal dari resep turun-temurun keluarga.
Meski demikian, dari 10 makanan khas Indonesia yang disebut-sebut sudah langka, tiga di antaranya masih dapat ditemui dan dinikmati oleh para pecinta kuliner di Festival Jajanan Bango (FJB) 2019 yang diselenggarakan pada 16-17 Maret, di area parkir Squash, Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta.
Ketiga kuliner asli Indonesia yang sudah sulit ditemukan itu adalah Bubur Ase Mpo Neh, Sate Kuah Pak H. Diding, dan Cungkring Pak Jumat.
Investor Daily pun sempat mewawancarai ketiga penjaja kuliner langka itu di sela-sela kegiatan FJB 2019, guna mencari tahu apa yang menjadi penyebab langkanya makanan tersebut.
Muhammad Nasrulloh, yang merupakan generasi kedua dari usaha Bubur Ase Mpo Neh, mengakui jika warung Bubur Ase khas Betawi ini memang semakin sulit ditemukan di Jakarta. Bahkan, sepengetahuan pria yang akrab dipanggil Heru itu, di Jakarta hanya ada tiga penjaja.
Bubur Ase merupakan singkatan dari asinan semur, yakni perpaduan antara bubur, asinan sawi, dan kuah semur. Warung yang sudah berdiri sejak 1968 itu, sampai sekarang masih tetap ada dan berlokasi di sebuah gang sempit di daerah Kebon Kacang. Beberapa bulan lalu, Bu Neh meninggal dunia dan usahanya dilanjutkan oleh anaknya.
Menurut Heru, alasan dibalik langkanya Bubur Ase Mpo Neh dikarenakan resep tradisional yang sudah turun-temurun lebih banyak diturunkan kepada keluarga, dan pengolahan bahan baku bubur yang rumit.
“Satu memang karena ini resep tradisional yang sudah turun temurun, jarang diturunin ke orang lain, kecuali orang itu mau belajar. Jadi resep ini lebih diturunkan kepada keluarga. Atau kemungkinan karena agak ribet dalam pengolahan buburnya. Tapi, kalau menurut saya nggak ribet karena sudah terbiasa membantu dari kecil. Jadi secara tidak langsung saya sudah belajar dari kecil dengan membantu orangtua setiap harinya,” ujar dia.
sumber: https://www.beritasatu.com/happy-amanda-amalia/gaya-hidup/543350/tantangan-melestarikan-makanan-khas-indonesia-di-era-digital